Dalam
pertandingan apapun yang dipimpin oleh wasit ataupun referee,
kadang kita jumpai kesalahan teknis pada pengambilan
keputusannya. Entah itu di pertandingan sepakbola, bulutangkis, kejuaraan
Karate, Judo, Tinju, Gulat, Taekwondo, dll. Sering juga kita melihat ekspresi
kemarahan di pihak yang dirugikan (atlet, manajer, atau official).
Bahkan menjadikan wasit sebagai kambing hitam alasan kekalahan timnya. Seperti
kita simak di acara televisi yang mewawancarai pelatih sepakbola A yang kesal
karena kesalahan wasit sebagai pemimpin lomba. Bahkan Taekwondoin asal
Kuba menendang wasit, akibat kesal pada keputusan wasit. (lihat gambar) *Taekwondoin Kuba menendang wasit
*Taekwondoin putra asal Kuba, Angel Valodia Matos dilarang
bertanding seumur hidup setelah menendang wasit asal Swedia, Chakir
Chelbat pada perebutan perunggu kelas di bawah 80 kilogram Olimpiade
Beijing 2008. Matos tidak mampu menahan emosi setelah dinyatakan kalah
diskualifikasi dari lawannya, Arman Chilmanov dari Kazakhstan.
Matos yang tengah unggul 3-2 terjatuh setelah mendapat serangan dari lawan. Ia
tengah menunggu pemeriksaan kesehatan saat tiba-tiba dinyatakan kalah
diskualifiaksi karena melebih waktu injury yang diizinkan selama satu menit.
Matos marah, lalu mendorong seorang hakim dan melancarkan tendangan ke arah
Chelbat. Matos kemudian meludah ke lantai, sebelum ditarik ke luar arena
pertandingan.
WTF langsung menjatuhkan sanksi kepada atlet Kuba dan pelatihnya. Sanksi yang
dijatuhkan adalah berupa pelarangan bertanding seumur hidup kepada atlet dan
pelatih dalam semua kejuaraan. Semua hasil yang dicatat si atlet dalam
olimpiade Beijing akan otomatis dihapus.
Pantaskah kita marah? Pantaskah kita kesal?
Saya yakin jika kita berada di pihak yang dirugikan, pasti kita akan meluapkan
kemarahan kita, atau sekadar mengajukan protes dengan keputusan wasit yang
bersangkutan. Memang hal ini sangat sulit untuk dipecahkan. Di setiap olahraga
harus memiliki Komisi Disiplin yang tegas, dan mampu mengawasi
baik para atlet, official, manajer, pelatih, supporter, maupun wasit sendiri.
Walaupun kita berada di pihak yang dirugikan, tidak seharusnya kita
mencaci-maki, bahkan menganiaya seorang wasit. Ingat, wasit juga
manusia, yang juga dapat melakukan kesalahan yang tidak disengaja. Kita pun
juga akan mengalami hal yang serupa juga jika kita menjadi seorang wasit.
Langkah yang bijaksana diperlukan dalam pemecahan masalah ini. Komisi Disiplin
atau pengawas lomba harus mengusut dengan tuntas jika ada protes peserta
pertandingan terhadap keputusan wasit. Betul, jika di tiap kejuaraan keputusan
wasit selalu mutlak, tetapi tidak menutup kemungkinan celah ini
dimanfaatkan oleh para mafia olahraga, yang haus kemenangan.
Jika terbukti bersalah, ada baiknya memberikan sanksi terhadap wasit atau
referee yang bersangkutan, tetapi jika tidak terbukti, alangkah baiknya jika
kita menerima kekalahan dengan lapang dada. Kemenangan bukan merupakan tolak
ukur dari kesuksesan. Kesuksesan adalah jika kita mampu mengeluarkan kemampuan
kita yang maksimal, dan mampu mengalahkan diri sendiri. Itu yang terpenting.
Berikanlah teladan pada para atlet agar selalu menghormati wasit sebagai insan
manusia, dan bukan sebagai robot pengawas lomba. Buatlah iklim kompetisi
sesehat mungkin. Jangan merusaknya dengan tindak kerusuhan yang justru akan
mencoreng kredibilitas dari olahraga itu sendiri.
Salam Olahraga…Mari kita buat olahraga di Indonesia kembali bersinar…Amin
Dikutip dari: Taekwondo Indonesia: Wasit Juga Manusia http://hannythinkabout.blogspot.com/2010/01/wasit-juga-manusia.html#ixzz1meqWVbqE
http://hannythinkabout.blogspot.com
|